keperawatan terhadap anak

2.1 Tinjauan Teoritis
Saluran cerna berperan dalam serangkaian proses : yakni proses ingesti makanan, proses digesti makanan yang dibantu oleh getah pencernaan yang dihasilkan oleh kelenjar ludah, hati dan pancreas. Hasil digesti berupa zat gizi akan diserap ( absorpsi ) ke dalam tubuh. Proses ini berlangsung mulai dari mulut sampai ke rectum. Massa yang berupa bolus hasil campuran makanan dan getah pencernaan di dorong / digerakan ke arah anus, sisa dari masa yang tidak diserap akan dikeluarkan dari anus (defekasi) berupa tinja. (Dr.IKG, Suandi, SpA. 1998)
Gangguan pada saluran pencernaan pada bayi dan anak dapat disebabkan oleh kelainan bawaan atau di dapat. Gangguan akibat kelainan yang di dapat disebabkan trauma atau adanya infeksi baik pada saluran pencernaan atau di luar saluran cerna. Kelainan bawaan dapat terjadi pada mulut, esophagus, pylorus, dan gangguan pasase di daerah duodenum, atresia rekti , dan anus imperforate, penyakit hirschsprung, obstruksi biliaris, dan omfalokel. Sedangkan gangguan akibat infeksi dapat disebabkan oleh jamur (Candida albicans); basil coli (Escherichia coli); virus ; basil : Salmonella, Shigella, Vibrio cholerae dan parasit. (Ngastiyah. 2005)
Berbagai gangguan saluran cerna yang sering terjadi pada anak diantaranya adalah diare dan typhoid, penyakit tersebut dapat mempengaruhi fungsi saluran cerna dan reaksi pertahanan tubuh yang bersifat akut akan mengakibatkan berbagai gejala dan komplikas sehingga akan menstimulasi terjadinya perubahan-perubahan pada saluran pencernaan itu sendiri.
Diare dapat disebabkan oleh berbagai infeksi, selain penyebab lain seperti malabsorbsi. Penyakit diare terutama pada bayi perlu mendapatkan tindakan secepatnya karena dapat membawa bencana bila ditanggulangi terlambat. Makanan dan minuman yang terkontaminasi seperti makanan basi dan beracun, merupakan salah satu faktor penyebab timbulnya penyakit diare, sehingga penyakit ini dianggap sangat rentan terhadap anak-anak yang sedang melalui masa pertumbuhan dan perkembangan. Komplikasi kehilangan yang akan ditimbulkan akibat diare diantaranya adalah : dehidrasi ( ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonic, atau hipertonik ), renjatan hipovolemik, hipokalemia ( dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardia, perubahan elektrokardiogram ), hipoglikemia, intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi enzim lactase, kejang, malnutrisi energy protein ( akibat muntah dan diare, jika lama atau kronik ). (Dr.IKG, Suandi, SpA. 1998)
Sama halnya dengan typhoid, Demam Tifoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang di tandai dengan bakteremia, perubahan pada system retikuloendotelial yang bersipat difus, pembentukan mikroabses dan ulseri Nodus Payer di distar ileum. Kriteria demam tifoid yaitu penyakit infeksi akut yang di sebabkan salmonella typhi, di tandai adanya demam 7 hari atau lebih, gejala saluran pencernaan dan gangguan pada system saraf pusat (sakit kepala, kejang dan gangguan kesadaran). (Ngastiyah. 2005)
2.2.  Diare
2.2.1. Pengertian Diare
Diare ialah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak, dengan konsistensi encer, dapat berwarna hijau, atau dapat pula bercampur lender dan darah atau lender saja. (Hidayat.A, Aziz Alimul .2008)
Diare merupakan gejala yang terjadi karena kelainan yang melibatkan fungsi pencernaan, penyerapan, dan sekresi. Diare di sebabkan oleh transfortasi air dan elektrolit yang abnormal dalam usus. Di dunia terdapat kurang lebih 500 juta anak yang menderita diare setiap tahunnya, dan 20% dari seluruh kematian yang hidup di Negara berkembang berhubungan dengan diare serta dehidrasi. Gangguan diare dapat melibatkan gangguan lambung dan usus (gastroenteritis), usus halus (enteritis), kolon (colitis),atau kolon dan usus (entrokolitis). Diare biasanya diklasifikasikan sebagai diare akut dan kronis. ( Dona L.Wong, 2008 )
Diare akut merupakan penyebab utama keadaan sakit pada anak-anak balita. Diare akut di definisikan sebagai keadaan peningkatan dan perubahan tiba-tiba frekuensi defekasi yang sering di sebab kab oleh agens infeksius dalam traktus GI. Keadaan ini dapat menyertai infeksi saluran nafas atas (ISPA), atau sluran kemih (ISK), terapi antibiotic,atau pemberian obat pencahar (laksativ). Diare kronis di definisikan sebagai keadaan meningkatnya frekuensi dan kandungan air dalam feses dengan lamanya sakit lebih dari 14 hari. Kerap kali diare kronis terjadi karena keadaan kronis seperti sindrom malabsorbsi, penyakit inflamasi usus,defisiensi kekebalan, keracunan makanan,intoleransi laktosa atau diare nonspesifik yang kronis, atau akibat dari penatalaksanaan diare akut yang tidak memadai. ( Dona L.Wong, 2008 )
2.2.2. Faktor-faktor  Penyebab Diare
Penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa faktor diantaranya :
1.      Faktor  infeksi
a. Infeksi enteral : Infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama diare pada anak. Meliputi infeksi enternal sebagai berikut :
      Infeksi enternal : Vibrio, E.Coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, dan sebagainya.
      Infeksi Virus : Enterovirus (Virus ECHO, coxsackie, Poliomyelitis), Adeno virus, Rotavirus, Astrovirus, dan lain-lain .
      Infeksi parasit : Cacing (Ascaris, Trihuris, okyuris, strongyloide) ; Protozoa (Entamoeba histolytika, Giardian Lambli, Trichomonas hominis).  Jamur (Candida Albicans).
b.                  Infeksi parenteral : ialah infeksi di luar alat pencernaan makanan seperti : otitis media akut (OMA), tonsilitas / tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah 2 tahun.
c.       Faktor Malabsorbsi
      Malabsorbsi karbohidrat disakarida ( intoleransi laktosa, maltose, dan sukrosa ), monosakarida ( intoleransi glukosa, fruktosa, dan galaktosa ). Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering adalah intoleransi laktosa.
      Malabsorbsi lemak.
      Malabsorbsi protein.
d.      Faktor makanan
Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan
e.       Faktor psikologis
Rasa takut dan cemas ( jarang, tetapi dapat terjadi pada anak yang lebih besar ). (Dr.T.H. Rampengan, DSAK. 1993)
2.2.3.     Epidemiologi
Diare ISPA dan penyakit-penyakit yang dapat di cegah dengan imunisasi merupakan tiga penyebab utama kematian pada golongan umur balita. Berbagai factor memepengaruhi kejadian diare diantaranya adalah factor lingkungan, gizi, kependudukan, pendidikan, keadaan social ekonomi dan perilaku masyarakat. (Soegeng Soegijanto, 2002)
Faktor lingkungan yang di maksud adalah kebersihan lingkungan dan perorangan seperti kebersihan putting susu, kebersihan botol susu dan dot susu, maupun kebersihan air untuk mengolah susu dan,makanan. Factor gizi misalnya adalah  tidak di berikannya makanan tambahan maskipun anak telah berusia 4-6 bulan, factor pendidikan yang utama adalah pengetahuan Ibu tentang masalah kesehatan. Factor kependudukan menunjukan bahwa insidens diare lebih tinggi pada penduduk perkotaan yang padat dan miskin atau kumuh. Sedangkan factor perilaku  orang tua dan masyarakat misalnya adalah kebiasaan ibu yang tidak mencuci tangan sebelum menyiapkan makanan, setelah buang air besar atau membuang tinja anak. Kesemua factor yang tersebut di atas terkait dengan factor ekonomi masing-masing keluarga. (Soegeng Soegijanto, 2002)
2.2.4. Etiologi
Kebanyakan mikroorganisme pathogen penyebab diare disebarluaskan lewat jalur fekal oral melalui makanan atau air yang terkontaminasi atau di tularkan antar manusia dengan kontak yang erat. Kurang nya air bersih, tinggalnya berdesakan, hygiene yang buruk, kurang gizi dan sanitasi yang jelek merupakan factor resiko utama, khususnya untuk terjangkit infeksi bakteri atau parasit yang patogen. Peningkatan insidensi dan beratnya penyakit diare pada bayi juga berhubungan dengan perubahan yang spesifik menurut usia pada kerentanan terhadap mikroorganisme patogen. Sistem kekebalan bayi belum pernah terpajan dengan banyak mikroorganisme patogen sehingga tidak mempunyai antibody pelindung yang di dapat. ( Dona L.Wong, 2008 )
Rotavirus merupakan agen yang paling penting yang menyebabkan penyakit diare disertai dehidrasi pada anak-anak kecil di seluruh dunia. Infeksi rotavirus menyebabakan sebagian perawatan di rumah sakit karena diare berat bagi anak-anak kecil dan merupakan infeksi nosokomial yang signifikan oleh mikroorganisme patogen. Miroorgisme Giardia Lamblia dan Cryptosporidium merupakan parasit yang paling banyak menimbulkan diare infeksius akut. Pemakaian antibiotic juga berkaitan dengan diare. Antibiotik dapat mengubah flora usus yang normal, dan penurunan jumlah bakteri kolon akan mengakibatkan absorpsi karbohidrat yang berlebihan serta diare osmotic. ( Dona L.Wong, 2008 )
2.2.5. Patogenesis
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah :
1.      Gangguan osmotic
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus meninggi sehinggaterjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga diare.
2.      Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu ( misalnya toksin ) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya timbul diare karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
3.      Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu ( misalnya toksin ) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya timbul diare karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
4.      Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan selanjutnya timbul diare pula. (Ngastiyah. 2005)
2.2.6. Patofisiologi
Sebagai akibat diare baik akut maupun kronik akan terjadi :
1.      Kehilangan air dan elektrolit (terjadi dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolic, hipokalemia)
2.      Gangguan gizi akibat kelaparan (masukan kurangt, pengeluaran bertambah).
3.      Hipoglikemia
4.      Gangguan sirkulasi darah. (Ngastiyah. 2005)
2.2.7. Gambaran Klinis
Mul-mula pasien cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tak ada, kemudian timbul diare. Tinja cair, mungkin disertai lendir atau lendir darah. Warna tinja makin lama berubah kehijau – hijauan karena bercampur dengan cairan empedu. Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat makin banyak asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak diabsorbsi oleh usus selama diare. Gejala muntah dapat timbul sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan karena lambung turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit. Bila pasien telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, gejala dehidrasi mulai nampak, yaitu berat badan turun, turgor berkurang, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung ( pada bayi , selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering. (Ngastiyah. 2005)
2.2.8. Komplikasi kehilangan akibat diare
1.      Dehidrasi ( ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonic, atau hipertonik ).
2.      Renjatan hipovolemik.
3.      Hipokalemia ( dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardia, perubahan elektrokardiogram ).
4.      Hipoglikemia.
5.      Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi enzim lactase.
6.      Kejang,
7.      Malnutrisi energy protein ( akibat muntah dan diare, jika lama atau kronik ). (Ngastiyah. 2005)
2.3. Tifoid
2.3.1. Pengertian
Demam tifoid ialah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran. Penyebab penyakit ini adalah Shalmonella typhosa, basil gram negative yang bergerak dengan bulu getar, tidak berspora. (Ngastiyah. 2005)

Leave a comment